Oleh: akusdinar | Maret 1, 2010

Sakura Pertama

Bunga Sakura di taman kampusku

Oleh: akusdinar | Februari 25, 2010

77 Tahun Pemberontakan di atas kapal Zeven Provincien

Surabaya, 4 Februari 1933. Ini merupakan puncak dari sebuah unjuk rasa besar para pelaut Indonesia terhadap Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Melalui seorang marconis (petugas radio) berita itu disampaikan kepada semua pelaut yang bertugas di luar Surabaya.

Telegram itu sampai juga di atas Kapal Perang De Zeven Provincien yang sedang melakukan patroli di sebelah barat Aceh. Dari kamar marconis, telegram itu dibocorkan seorang kelasi Belanda Moud Boshart kepada para pelaut Indonesia. Peristiwa berdarah itu kemudian memengaruhi kebijakan politik Kerajaan Belanda terhadap jajahannya, Hindia Belanda, sedangkan Gubernur Hindia Belanda De Jonge ­mengeluarkan UU yang ­kemudian dikenal sebagai Hatzai Artikelen (yang ­kemudian dipakai juga oleh rezim Soeharto).

Setelah 77 tahun berlalu, peringatan Pemberontakan Kapal Tujuh atau yang juga dikenal sebagai De Zeven Provincien Affair tidak pernah dilakukan secara resmi. Oleh karena itu, generasi sekarang sangat asing dengan peristiwa heroik itu, karena jenjang waktu yang sangat panjang dan tidak tertulis dalam sejarah Indonesia. Padahal, ketika Taman Makam Pahlawan Kalibata baru jadi dan masih kosong, Presiden Soekarno memerintahkan untuk mengisi TMP itu dengan kerangka para pejuang yang tewas dalam peristiwa itu, dipindahkan dari Pulau Kelor di Kepulauan Seribu.

Pemberontakan itu oleh pers Amerika dilukiskan sebagai pertama kali terjadi di dunia, di mana marinir (anggota Angkatan Laut) pribumi di sebuah kapal perang kolonial mengambil alih sebuah kapal perang. Kelasi-kelasi Indonesia yang berada dalam tubuh Angkatan Laut Kerajaan Belanda yang selalu dipandang rendah, tiba-tiba memberontak. Dengan gagahnya, sebagaimana ditulis Moud Boshart, kelasi Belanda yang berpihak pada para pemberontak: tanpa mengikuti sekolah pelayaran, kelasi Martin Paradja meng­ambil alih pimpinan da­lam pelayaran membangkang, yaitu “Kembali ke Surabaya”. Paradja sebelumnya tidak pernah mengikuti sekolah pelayaran. Akan tetapi, lelaki yang lahir dalam deburan ombak Laut Sawu itu dengan percaya diri memimpin teman-temannya kembali ke Surabaya untuk mendukung gerakan mogok yang dilakukan para marinir di sana.

Para kelasi Indonesia berhasil melumpuhkan para perwira Belanda mengambil alih kapal itu dari para opsir Belanda. Kelasi Paradja bertindak memegang komando, Ke­lasi kelas satu Kawilarang yang punya pengalaman di Eropa ber­fungsi sebagai navigator. Ke­lasi Rumambi berada di bagian komunikasi telepon, Hendrik sebagai pengatur bahan bakar, dan Kopral Gosal yang meng­urusi bagian kesehatan.

Moud Boshart dalam ma­jalah De Ulienspiegel edisi 3 Februari 1963, sebagaimana dikutip dalam Surat Pembaca nomor 3 Komisi Indonesia CPN: “Saya merasa jenuh, karena semalaman tidak bisa tidur. Keesokan harinya Ko­mandan dengan sia-sia mencoba berunding dan mengambil hati pelaut Indonesia yang kini menjadi majikan di kapal perang Belanda itu.”

Solidaritas

Pemberontakan Kapal Tujuh itu terjadi karena rasa nasionalisme yang mulai menjalar ke tubuh anggota marinir pribumi dalam korps Angkat­an Laut Kerajaan Belanda. Rasa penghinaan yang lama dirasakan karena adanya perbedaan perlakukan di antara para kelasi Belanda dan pribumi sangat mencolok. Ratusan pelaut di Surabaya melakukan pemogokan tanggal 3 Februari 1933 untuk memprotes keputusan penurunan gaji pegawai pemerintah Hindia Belanda sebesar 17%, yang diumumkan pada tanggal 1 Januari 1933.

Tanggal 5 Februari, awak pribumi di Kapal Zeven Provincien yang sedang melakukan pelayaran dinas dan patroli di wilayah barat Sumatera menyatakan solidaritas dengan gerakan rekan-rekan mereka di Surabaya. Ketika itu, suasana politik sedang menghangat. Di Eropa, Hitler bersiap mengambil alih pimpinan, dan gerakannya menakutkan tetangga-tetangganya, termasuk Belanda. Sementara itu, di Hindia Belanda sejak 1926 banyak terjadi pemberontakan hebat yang menentang kekuasaan pemerintahan Belanda. Ditangkapnya kembali Bung Karno yang sudah menjadi ikon pergerakan malah menambah berkobarnya semangat nasionalisme.

Pemogokan marinir dimulai di Surabaya, dan para pelaut di Kapal Tujuh mengirimkan telegram mendukung: “lanjutkan aksimu”. Suasana di kapal pun menjadi sangat panas. Para anggota marinir pribumi sudah bertekad akan berjuang sampai titik darah terakhir. Untuk menenangkan situasi para perwira Belanda malah membuat blunder. Mereka mengadakan pesta di kantin KNIL di Uleelheue, Aceh, dengan membuang duit sebesar 500 gulden, dan menyediakan nona-nona Belanda untuk berdansa dengan para pelaut pribumi. Tetapi pelaut Indonesia menolak hadir.

Malam harinya, tiba-tiba seorang letnan yang berpesta di darat memerintahkan Boshart membawanya pulang ke kapal. Ternyata perwira jaga di kapal sudah tewas. M Sapiya dalam bukunya, Pemberontakan Kapal Tujuh, mengisahkan bahwa ia dibantai Martin Paradja di tangga kapal. Kapal sudah dikuasai marinir Indonesia yang bersenjata. Meriam sudah terisi, lampu sein dicopot. Martin  Paradja dan Gosal memberi perintah. Raut wajah para marinir Indonesia yang bersenjata terlihat sangat keras, tulis Moud Boshart. Seorang perwira, Baron De Vos van Steenwijk, yang semula masih mencoba menguasai ruang marconis, kemudian mundur dan meletakkan senjatanya.

Awalnya, pemberontakan direncanakan pukul satu dini hari. Akan tetapi, siang hari tanggal 6 Februari 1933, Martin Paradja tertangkap basah ketika dia membongkar gudang amunisi. Ketika menghadap opsir Paradja ia hanya mengenakan jins pendek dan kaus belel. Opsir itu membentak marah. Paradja dianggap tidak sopan. Paradja malah membalas dengan mengeluarkan komando agar pemberontakan dimulai. Ini lebih awal dari rencana.

Dalam pemberontakan itu semua marinir Indonesia sehati untuk melayarkan Kapal Tujuh kembali ke Surabaya. Kenyataan ini merupakan tamparan bagi rasa sombong orang Eropa yang menganggap bahwa orang Indonesia hanyalah pekerja rendahan yang bisa dibohongi. Tanpa mengikuti sekolah pelayaran pun, ternyata kelasi Paradja mampu memimpin pelayaran kali ini. Hal ini sangat merendahkan para perwira Belanda.

Keesokan harinya, opsir mencoba berunding untuk mengambil hati marinir Indonesia yang telah  menjadi majikan di kapal perang Belanda. Upaya perundingan ditolak oleh para pemberontak. Gubernur General De Jonge di Batavia memutuskan mengirimkan pasukan dengan kapal perang Aldebaran. Martin Paradja membidikkan meriam kaliber 15 cm untuk mengancam Aldebaran.

Pada hari kelima setelah melewati Selat Siberut, ada masuk telegram untuk mengikuti perintah di bawah pengawasan Kapal Penjelajah Java, tetapi Martin Paradja pemimpin Kapal Tujuh menolak mentah-mentah perintah ini dan membalas telegram: “Tetap berlayar ke Surabaya”. Komandan Kapal Perang Java, Kapten van Dulm terus membuntuti Kapal Zeven Provincien. Ia juga memberi ultimatum agar pemberontak segera menyerah dan mengibarkan bendera putih. Akan tetapi, peringatan tersebut tidak dipedulikan oleh para pemberontak. Akhirnya, van Dulm mengambil tindakan kekerasan untuk menghentikan pemberontakan tersebut.

Menyerah

Pada hari Jumat, 10 Februari 1933, tepat Jam 09.18 pagi, bom pertama dijatuhkan dari pesawat terbang militer Dornier, tepat di atas geladak Kapal Zeven Provincien, menewaskan 20 awak Indonesia dan tiga awak Belanda. Pemimpin pemberontakan Martin Paradja termasuk yang tewas dalam pengeboman itu.  Melihat banyak korban yang bergelimpangan, Kawilarang yang mengganti posisi Paradja sebagai pemimpin, akhirnya menyatakan menyerah dan meminta bantuan medis segera.

Para pemberontak yang masih hidup dibawa dengan Kapal Java dan rekan-rekan pemberontak berkebangsaan Belanda dibawa dengan Kapal Orion menuju Pulau Onrust. Para awak Indonesia yang ditahan terdiri dari 100 orang yang tidak diborgol dan 50 orang yang diborgol. Sementara itu, awak Belanda terdiri dari 28 orang yang diborgol dan empat orang yang tidak diborgol dijebloskan ke penjara militer di Sukolilo, Madura, di mana sudah terdapat sekitar 400 marinir pemberontak di sana. Secara keseluruhan, para pemberontak dituntut 644 tahun oleh Mahkamah Militer.

Gubernur Jenderal De Jonge mendapat serangan atas terjadinya pemberontakan para pelaut Indonesia di atas Kapal Perang Zeven Provincien itu. Apalagi, ada beberapa pelaut orang Eropa yang membantu pelaut-pelat Indonesia itu, seperti Moud Boshart. Kaum nasionalis, seperti Soekarno, menjadi kambing hitam sebab-sebab terjadinya pemberontakan itu. Akibat berita itu mendapat tempat di halaman muka pers Amerika, beberapa media di Indonesia  terkena getahnya. Harian Soeara Oemoem milik Dr Soetomo diberedel. Pemimpin redaksinya, Raden Tahir Tjindarboemi, ditahan, diadili, dan dipenjara. Raden Tahir Tjindarboemi, setelah lulus dari Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) di Surabaya, lebih memilih menjadi wartawan ketimbang menjadi dokter Belanda.

Ketika kemerdekaan, para pelaut dilepas dari Penjara Sukolilo dan mendirikan Ikatan Bekas Marine, dan selalu memperingati gerakan mereka pada setiap tanggal 3 Februari dan menyanyikan lagu “Mars Sukolilo”. Andre Therik, seorang pelaku mengatakan: “Penurunan gaji hanya momentum bagi meletusnya pemberontakan itu. Para pelaut Indonesia yang sudah bermimpi akan kemerdekaan Indonesia yang mendorong kami memberontak.”

Walau pemberontakan hanya berlangsung seminggu, tetapi dampaknya sangatlah besar. Implikasinya di dalam negeri, kebanggaan nasional makin menjalar. Organisasi pergerakan yang tersebar menyatu dalam Parindra (Partai Indonesia Raya) pimpinan dokter Soetomo, mendapat tekanan dan diberedel.

Selain beberapa media diberedel, tokoh-tokoh politik seperti Hatta dan Sjahrir dibuang ke Boven Digul, menyusul Soekarno dibuang ke Ende. Pengawasan terhadap gerakan politik diperketat. Di luar negeri, Belanda sangat merasa malu, apalagi Jerman dan Jepang dapat mengukur kelemahan Angkatan Laut Kerajaan Belanda, karena peristiwa itu terjadi di ambang Perang Dunia II. Media Jepang bahkan mengutip ucapan Kawilarang setelah dijatuhi hukuman 17 tahun: “Dihukum mati pun saya merasa bangga, karena bagaimanapun saya pernah memimpin De Zeven Provincien, kapal perang kebanggaan Kerajaan Belanda”

Ditulis oleh Peter A Rohi di Sinar Harapan

Sumber

Oleh: akusdinar | Februari 25, 2010

Masa Depan Bumi di Lautan

Dalam rangka menyelamatkan masa depan bumi dari pemanasan global, Menteri Kelautan dan Perikanan, Dr. Fadel Muhammad dan Direktur Eksekutif Badan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNEP), Dr. Achim Steiner, menekankan peran penting laut dan pesisir sebagai pengendali perubahan iklim dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan hari ini pada acara konferensi pers 11th SSGC UNEP/GMEF di Bali (25/2).

Berpijak pada kemampuan ekosistem laut dan pesisir menjaga keseimbangan penyerapan karbon dan potensi pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), UNEP bekerjasama dengan Badan Pangan Dunia (FAO) dan Badan Pendidikan dan Pengetahuan (UNESCO) memperkenalkan konsep Karbon Biru (Blue Carbon). Konsep ini membuktikan peran ekosistem laut dan pesisir yang didominasi oleh vegetasi laut seperti hutan mangrove, padang lamun, rawa payau serta rawa masin (salt marshes) dalam mendeposisi karbon. Ekosistem pesisir dan laut diyakini mampu menjadi garda penyeimbang bersama hutan (Green Carbon) untuk mengurangi laju emisi melalui penyerapan karbon.

Dr. Fadel dan Dr. Steiner bersama-sama menegaskan bahwa dasar pernyataan bersama mereka adalah amanat Manado Ocean Declaration (MOD) yang dideklarasikan tahun lalu serta sebagai upaya mengendalikan dampak perubahan iklim. “Kami menghimbau kepada semua negara untuk menjaga kelestarian dan kemampuan ekosistem laut dan pesisir kita sebagai dinamisator iklim global”, ditegaskan oleh menteri Fadel dan direktur Achim.

“Langkah ini telah membuka kesempatan untuk melakukan riset lanjutan tentang peran penting laut sebagai pengendali perubahan iklim. Indonesia dengan luasan mangrove, serta padang lamun yang begitu besar, tentunya akan secara signifikan dapat memberikan kontribusi dalam proses penyerapan karbon”, menurut Fadel. “Kita harus segera berbuat karena masa depan bumi dan umat manusia sangat bergantung pada bagaimana kita mengelola laut secara arif dan lestari. Waktu berjalan cepat dan kita dihadapkan pada pilihan yang tidak dapat ditawar lagi. Manusia harus menjaga keseimbangan yang selama ini diperankan oleh laut agar tetap berfungsi dan mampu menyerap karbon dari dampak kegiatan kita”, jelas Fadel.

Isu kelautan merupakan salah satu pilar pokok dalam pertemuan sesi khusus UNEP kesebelas (11th SSGC UNEP/GMEF). Bahkan, secara khusus untuk pertama kalinya UNEP memberikan penghargaan atas kepemimpinan dalam inisiatif kelautan dan pesisir di fora internasional kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin (24/2).

Catatan untuk Redaksi

1. Konsep Blue Carbon

Ekosistem laut dan pesisir yang sehat di samping memberikan manfaaat dari sumberdaya dan jasa lingkungannya terhadap penghidupan masyarakat pesisir, juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan iklim serta penyerapan karbon yang merupakan kontributor perubahan iklim. Laut dan eksosistemnya berperan dalam menjaga keseimbangan penyerapan karbon. Kemampuan penyeimbang ini mulai terganggu dengan semakin banyaknya gas rumah kaca (GRK) hasil kegiatan manusia (anthropogenic) yang pada akhirnya diserap oleh laut dan ekosistemnya. Tanpa ada upaya pengurangan emisi GRK, dipastikan dalam beberapa dekade mendatang ekosistem pesisir dan laut berkurang secara signifikan. Hal ini berarti akan memberikan dampak ikutan terhadap masyarakat pesisir serta biota dan ekosistem laut dan pesisir lainnya.

Laporan Blue Carbon – The Role of Healthy Oceans in Binding Carbon yang disusun oleh UNEP, FAO, UNESCO-IOC dan IUCN menggambarkan alur emisi karbon dan estimasi kemampuan ekosistem laut dan pesisir dalam menyerap karbon dan gas rumah kaca. Laporan ini di diluncurkan pada 14 Oktober 2009 pada Diversitas Conference, Cape Town Conference Centre, South Africa.

Laporan ini menegaskan peran penting ekosistem laut dan pesisir dalam menjaga keseimbangan iklim. Laporan ini membantu pengambil keputusan untuk mengarustamakan dimensi kelautan dalam inisiatif perubahan iklim global. Laporan ini dapat diunduh di tautan http://www.grida.no/publications/rr/blue-carbon/.

2. Pertemuan 11th SSGC UNEP / GMEF

Pertemuan 11th SSGC UNEP/GMEF berlangsung pada tanggal 24 – 26 Februari 2010 di Bali International Convention Centre, Nusa Dua Bali. Pertemuan ini dibuka secara resmi oleh Presiden RI pada tanggal 24 Februari 2010. Presiden RI menerima penghargaan dari UNEP atas kepemimpinan beliau dalam mengangkat isu kelautan dan pesisir di fora internasional.

Pertemuan 11th SSGC UNEP/GMEF membahas tujuh topik draft keputusan yang meliputi (i) international environmental governance, (ii) enhanced coordination across the United Nations system, including the Environment Management Group, (iii) intergovernmental science-policy platform on biodiversity and ecosystem services, (iv) environmental law, (v) follow-up report on the environmental situation in the Gaza Strip, (vi) oceans dan (vii) consultative process on financing options for chemicals and wastes.

Luaran penting yang akan dihasilkan dari pertemuan 11th SSGC UNEP/GMEF adalah (i) Nusa Dua Declaration dan (ii) Decisions Under Preparation by the Committee of Permanent Representatives to UNEP for Consideration by the Eleventh Special Session of the Governing Council/Global Ministerial Environment Forum. Pada pertemuan tersebut, dimensi kelautan juga mendapat porsi tersendiri dan merupakan salah satu dari tujuh topik yang akan dibahas untuk draft keputusan (11th SSGC UNEP/GMEF).

Pertemuan sesi khusus kesebelas itu (11th SSGC UNEP/GMEF) yang dihadiri oleh sekitar 1.200 delegasi dari 192 negara mengambil tema “Lingkungan Hidup dalam Sistem Multilateral (Environment in the Multilateral System)”, yang membahas tiga topik: a) tata pemerintahan lingkungan internasional dan pembangunan berkelanjutan (international environmental governance/IEG and sustainable development); b) ekonomi hijau (the green economy) serta; c) keanekaragaman hayati dan ekosistem (biodiversity and ecosystems). Pertemuan ini juga digabungkan dengan pertemuan tingkat menteri Forest Eleven (F-11) pada 23 Februari 2010 dan Simultaneous Extraordinary Conference of the Parties (ExCOPs) Basel, Rotterdam, and Stockholm Conventions, 22-24 Februari 2010.

Sumber : http://www.dkp.go.id

Oleh: akusdinar | Februari 24, 2010

Semester pertama di kota Busan

Genap satu semester saya menjelajahi kehidupan, berpacu dengan sang waktu, menelusuri liuk jalan dan gang di antara himpitan APT (mini Apartement), menyelami euforia kehidupan siang dan malam di kota Busan, sebuah kota di semenanjung Korea Selatan.

Oleh: akusdinar | Februari 24, 2010

Prof. Dr.Ing. Dr. Sc.h.c. Bacharuddin Jusuf Habibie

Mantan Presiden RI Ketiga, seorang jenius ilmuwan konstruksi pesawat terbang, ini selalu menjadi berita hangat . Pada masa emas kejayaan dengan segudang jabatan diemban, dialah manusia paling multidimensional di Indonesia. Ia manusia cerdas ajaib yang sempat menghadirkan selaksa harapan kemajuan teknologi demi kejayaan negeri ini.

Agak aneh, memang, anak bangsa yang satu ini. Dia hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.

Di Indonesia dia 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Presiden RI ke-2 Soeharto

Itulah sosok dan kilas balik singkat perjalanan hidup B.J. Habibie, lelaki kelahiran Pare-Pare, 25 Juni 1936 ini. Dia penuh kontroversi dan merupakan sosok manusia paling multidimensional di Indonesia. Begitu banyak kawan-kawannya dan nyaris segitu banyak pula orang yang tak setuju dengan sepakterjang tokoh industri pesawat terbang kelas dunia yang memperoleh berbagai penghargaan, salah satunya paling berkelas adalah Theodhore van Karman Award, yang dianugerahkan oleh International Council for Aeronautical Sciences) pada pertemuan tahunan dan konggres ke-18 ICAs yang diselenggarakan di Beijing, China tahun 1992 dari Pemerintah China.

Ketika dia mendirikan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) dan didaulat menjadi Ketua Umum, misalnya, sebagai antitesa berdiri pula Forum Demokrasi (Fordem) pimpinan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang populis dan egaliter serta inklusif. ICMI, yang dalam perjalanan selanjutnya praktis menjadi kekuatan politik Habibie, oleh Gus Dur dituding sebagai sektarian karena itu kurang bagus untuk masa depan sebuah bangsa yang majemuk seperti Indonesia.

Ketika pada 10 Agustus 1995 dia berhasil menerbangkan pesawat terbang N-250 “Gatotkoco” kelas commuter asli buatan dan desain putra-putra terbaik bangsa yang bergabung dalam PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN, kini menjadi PT Dirgantara Indonesia), dia diserang pelaku ekonomi lain bahwa yang dibutuhkan rakyat Indonesia adalah beras bukan “mainan” pesawat terbang.

Pemikiran ekonomi makro Habibie yang terkenal dengan Habibienomics, dihadirkan oleh lingkarannya sebagai counter pemikiran lain seperti Widjojonomics (yang sesungguhnya merupakan Soehartonomic). Ketika Habibie berhasil melakukan imbal-beli pesawat terbang “Tetuko” CN-235 dengan beras ketan itam Thailand, dia diledekin, pesawat terbangnya hanya sekelas ketan itam.

Dan kontroversi paling hangat adalah ketika dia menawarkan opsi otonomi luas atau bebas menentukan nasib sendiri kepada rakyat Timor Timur, satu propinsi termuda Indonesia yang direbut dan dipertahankan dengan susah payah oleh rezim Soeharto. Siapapun dia orangnya tentu ingin bebas merdeka termasuk rakyat Timor Timur, sehingga ketika jajak pendapat dilakukan pilihan terhadap bebas menentukan nasib sendiri (merdeka) unggul mutlak.

Dan kontroversi paling hangat adalah ketika dia menawarkan opsi otonomi luas atau bebas menentukan nasib sendiri kepada rakyat Timor-Timur (Tim-Tim), asatu propinsi termuda Indonesia yang direbut dan dipertahankan dengan susah-payah oleh Rezim Soeharto. Siapaun dia orangnya tentu ingin bebas merdeka termasuk rakyat Tim-Tim. Sehingga ketika jajak pendapat dilakukan pilihan terhadap bebas menentukan nasib sendiri (merdeka) unggulk merdeka.

Masalah Tim-Tim, salah-satu yang dianggap menjadi penyebab penolakan pidato pertanggungjawaban Habibie dalam Sidang Umum MPR RI hasil Pemilu 1999. Pemilu terbaik paling demokratis setelah Pemilu tahun 1955. penolakan ini membuat BJ, Habibie tidak bersedia maju sebagai kandidat calon presiden (Capres).

Ketika Habibie menjabat presiden hampir tidak ada hari tanpa demontrasi. Demontrasi itu mendesak Habibie merepon tuntutan reformasi dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti kebebasan pers, kebebasan berpolitik, kebebasan rekrutmen politik, kebebasan berserikat dan mendirikan partai politik, mebebasan berusaha, dan berbagai kebebasan lainnya. Namun kendati Habibie merespon tuntutan reformasi itu, tetap saja pemerintahannya dianggap merupakan kelanjutan Orde Baru . Pemerintahannya yang berusia 518 hari hanya dianggap sebagai pemerintahan transisi.

Keinginan Habibi mengakselerasi pembangunan sesungguhnya sudah dimulainya di Industri pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dengan menjalankan program evolusi empat tahapan alih tehnologi yang dipercepat “berawal dari akhir dan berakhir diawal.”

Empat tahapan alih tehnologi itu, pertama, memproduksi pesawat terbang berdasarkan lisensi ituh dari industri pesawat terbang lain, hasilnya adalah NC 212 lisensi dari CASA Spanyol. Kedua, memproduksi pesawat terbang secara bersama- sama, hasilnya adalah “Tetuko” CN-235 berkapasitas 30-35 penumpang yang merupakan produksi kerjasama antara aqual antara IPTN dengan Casa Spanyol.

Ketiga, mengintegrasikan seluruh tehnologi dan sistem konstruksi pesawat terbang yang paling mutakhir yang ada di dunia menjadi sesuatu yang sama sekali didesain baru, hasilnya adalah “Gatotkoco” N-250 berkapasitas 50-60 pemumpang yang dikembangkan dengan teknologi fly-by-wire.

Keempat, memproduksi pesawat terbang berdasarkan hasil riset kembali dari awal, yang diproyeksikan bernama N 2130 berkapasitas 130 penumpang dengan biaya pengembangan diperkirakan sekitar 2 milyar dolar AS.

Empat tahapan alih tehnologi yang dipercepat didefinisikan “bermula dari akhir dan berakhir di awal,” memang sukar dipahami pikiran awam. Habibie dianggap hanyut dengan angan-angan teknologinya yang tidak memenuhi kebutuhan dasar tehnologi Indonesia, yang ternyata nenbuat sepeda saja secara utuh belum sampai.

Pemerintah orde baru sangat memanjakan program empat tahapan alih tehnologi Habibie dengan menempatkan berbagai proyeknya sebagai industri strategis yang menyedot banyak dana. Satu diantaranya, yang paling spetakuler, adalah IPTN, yang memerlukan subsidi.

Ketika masa reformasi, IMF mencantumkan dalam LOI (Letter Of Intent), bahwa pemerintah Indonesia tidak boleh lagi memberikan subsidi kepada IPTN, (Perusahaan ini kemudian menjadi IPTD). Otomatis perusahaan yang sudah menyusun program produksi baru, terpaksa merumahkan dan mem-PHK- 6000 karyawannya.

Lalu, dalam kesempatan deklarasi pendirian Masyarakat Ilmuwan dan Tehnologi Indonesia (MITI), Habibie menyebut hancurnya IPTN adalah ulah IMF yang menghambat Pemerintah RI membantu pengembangan pesawat terbang dengan mencantumkan klausal pencabutan subsidi dalam Letter Of Intent (LOI).

Nasionalisme

Istri adalah alasan utama Habibie untuk bolak-balik tinggal di Jerman. Pendamping hidup sekaligus teman suka dan duka yang sudah dikenal anak-anak umur 14 tahun, dr Hasri Ainun Habibie. Putri keempat H. Mohammad Besari itu disebut terbaring menjalani perawatan di sebuah rumahsakit di Jerman. Habibie ingin untuk selalu harus bisa mendampingi istri, dan harapnya istri juga akan sealu bisa mendampinginya. Menurut tim dokter yang menanganinya, Hasri Ainun belum dibenarkan tinggal atau berkunjung kedaerah tropis karena kelembabannya tinggi. Karena itu, tim dokter merekomendasikan untuk tinggal di Jerman sampai sehat secara tuntas.

Kendati demikian, kepulangan ke tanah air Habibie agaknya hanya karena dia ingin dikenang sebagai manusia yang baik. “Mungkin saat ini tak disadari. Tapi bisa jadi, berguna satu saat kelak, bila saya sudah tiada nanti,” tutur lelaki itu, lirih,’ demikian tulis Liputan6.com. Adalah stasiun TV SCTV ini, dikenal sangat dekat dengan Habibie, yang pada 2 Juli 2002 menyiarkan langsung dari Jerman kesaksian Habibie dalam kasus pelanggaran HAM berat Timtim untuk kebutuhan persidangan di Pengadilan Ad Hoc HAM Jakarta Pusat.

Habibie menyebutkan presiden itu bukan segala-galanya. Walau jenius dengan memperoleh royalti atas delapan hak paten hasil temuannya sebagai ilmuwan konstruksi pesawat terbang seperti dari Airbus dan F-16, dia mengaku masih banyak yang jauh lebih baik dari dirinya. Lama bermukim di lingkungan yang sangat menghargai ketokohan dan personality setiap orang, Habibie mendefinisikan jika ingin dihargai maka yang diperhatikan orang lain adalah sikap yang tak berubah terhadap lingkungan.

Menurutnya status, jabatan, dan prestasi bukan alasan untuk berubah terhadap lingkungan. Itulah sebabnya, ketika sudah menjadi RI-1 sikap Habibie terhadap lingkungan tetap tidak berubah. Malah semakin menampakkan watak aslinya, misalnya tidak mau diam dan bergerak sesuka hati padahal sudah ada aturan protokoler yang harus dipatuhi.

Biodata Sosok Manusia Multidimensional :

Nama:
Prof. Dr.Ing. Dr. Sc.h.c. Bacharuddin Jusuf Habibie
Lahir:
Pare-Pare, 25 Juni 1936
Agama:
Islam
Jabatan :
Presiden RI Ketiga (1998-1999)
Pendiri dan Ketua Dewan Pembina The Habibie Center
Istri:
dr. Hasri Ainun Habibie (Menikah 12 Mei 1962)
Anak:
Ilham Akbar dan Thareq Kemal
Cucu:
Empat orang
Ayah:
Alwi Abdul Jalil Habibie
Ibu:
R.A. Tuti Marini Puspowardoyo
Jumlah Saudara:
Anak Keempat dari Delapan Bersaudara

Pendidikan :
1. ITB Bandung, tahun 1954
2. Rheinisch Westfalische Technische Hochscule (RWTH), Aachen, Jerman, dengan gelar Diplom-Ingenieur, predikat Cum laude pada Fakultas Mekanikal Engineering, Departemen Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang (1955-1960).
3. Rheinisch Westfalische Technische Hochscule (RWTH), Aachen, Jerman, dengan gelar doktor konstruksi pesawat terbang, predikat Summa Cum laude, pada Fakultas Mekanikal Engineering, Departemen Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang (1960-1965).
4. Menyampaikan pidato pengukuhan gelar profesor tentang konstruksi pesawat terbang di ITB Bandung, pada tahun 1977.

Pekerjaan :
1. Kepala Riset dan Pengembangan Analisis Struktur pada perusahaan Hamburger Flugzeugbau Gmbh, Hamburg, Jerman antara tahun 1965-1969.
2. Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada Pesawat Komersial dan Angkut Militer MBB Gmbh, di Hamburg dan Munchen antara 1969-19973
3. Wakil Presiden dan Direktur Teknologi pada MBB Gmbh, Hamburg dan Munchen tahun 1973-1978
4. Penasehat Senior Teknologi pada Dewan Direksi MBB tahun 1978.
5. Pulang ke Indonesia dan memimpin Divisi Advanced Technology Pertamina, yang merupakan cikal bakal BPPT, tahun 1974-1978.
6. Penasehat Pemerintah Indonesia di Bidang Pengembangan Teknologi dan Pesawat Terbang, bertanggungjawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia Soeharto pada tahun 1974-1978.
7. Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tahun 1978-1998.
8. Wakil Presiden R.I. pada 11 Maret 1998-21 Mei 1998.
9. Presiden RI 21 Mei 1998-20 Oktober 1999.

Organisasi:
Pendiri dan Ketua Umum ICMI

Penghargaan:
Theodore van Karman Award

Sumber:
Dari berbagai sumber antara lain The Habibie Center dan Soeharto Center.com

Sumber : http://www.tokohindonesia.com

Pilih Pemimpin yang Berkarya Nyata

Oleh: akusdinar | Februari 24, 2010

TOEI Reefer Line Ltd Jajaki Kerjasama Dengan STP Jakarta

Beragam upaya banyak dilakukan oleh perguruan tinggi-perguruan tinggi yang memiliki tujuan meningkatkan kualitasnya baik secara organisasi, akademis maupun output-nya (alumni). Salah satu cara yang populer dijalankan adalah dengan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak seperti lembaga pemerintah, perguruan tinggi (university to university) dan perusahaan baik lokal maupun asing.

Sejalan dengan visi yang diemban oleh Sekolah Tinggi Perikanan (STP) untuk menjadi lembaga pendidikan tinggi profesional dibidang kelautan dan perikanan yang berdaya saing internasional, maka STP membuka peluang kerjasama yang saling menguntungkan dengan semua pihak termasuk stakeholder dari luar negeri. Medio Juni lalu (18/6) Ketua STP Dr. Maimun, M.Ed menerima kunjungan delegasi perusahaan pelayaran TOEI Reefer Line Ltd Jepang. Delegasi tersebut diantaranya Ms. Rie Okubo sebagai Superintendent Crewing Departement dan Mr. T Kometani sebagai Senior Manager Technical Departement serta 2 orang wakil perusahaan di Jakarta. TOEI Reefer Line Ltd merupakan salah satu perusahaan pelayaran terbesar yang berkantor pusat di Tokyo.

Berdasarkan pembicaraan awal yang telah dilakukan medio November tahun lalu,  TOEI Reefer Line Ltd berminat untuk menggunakan alumni STP sebagai crew kapal di perusahaannya. Menurut pengakuan Okubo, “Kami memiliki beberapa crew yang bekerja di kapal kami, menurut laporan dari pihak kapal crew tersebut bekerja dengan baik dan dapat diandalkan dalam mengerjakan tugas di atas kapal selain memiliki sikap (attitude) yang mengesankan”. “Setelah dievaluasi dan diminta keterangan dari lulusan mana, dia menjawab Sekolah Tinggi Perikanan di Jakarta. Dari keterangan tersebut kami coba menghubungi perwakilan kami di Jakarta untuk mencari  alumni STP untuk dapat bekerja di perusahaan kami” tambahnya.

Perusahaan yang memiliki reputasi baik di dunia Internasional telah mengakui kualitas lulusan STP, sehingga untuk ketiga kalinya delegasi TOEI mengunjungi STP untuk melakukan kerjasama dalam seleksi calon crew kapal Jepang. Akhirnya terjadwal tanggal 18 Juni dilaksanakan sesi interview bagi taruna semester VIII Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan (TPI) dan Program Studi Permesinan Perikanan (MP). Jumlah taruna yang mengikuti sesi ini sebanyak 25 orang dan hasil seleksi menunjukkan 4 orang lulus dan akan diterima bekerja di TOEI Reefer Line Ltd. Keempat taruna tersebut diantaranya : Teguh Santoso (TPI-Kendari), Didik Agus Suwarsono (TPI-Lamongan), Rizki Sutardi (MP-Bogor) dan Fajrin Ridyansyah Halil (MP-Mataram).

Okubo menuturkan, “Sejujurnya kami sulit menentukan siapa yang akan terpilih jika melihat kemampuan dan kepribadian yang mereka miliki, sehingga kami sepakat menambah kuota penerimaan”. Hal senada disampaikan Dr. Maimun, M.Ed, “Kurikulum STP memang dikonsep untuk menghasilkan lulusan yang berdaya saing dan memiliki mental/kepribadian yang kuat sehingga mampu mengerjakan tugas dilapangan dan dapat bekerja dimana saja sekalipun diluar negeri”.

Menanggapi kesempatan yang diberikan TOEI kepada STP, Eddy Sugriwa Husen, S.Pi,MM selaku Ketua Jurusan TPI menuturkan, “Kami menyambut baik upaya yang dilakukan pihak TOEI untuk menjalin kerjasama dengan STP, hal ini memberikan stimulus bagi taruna junior untuk lebih serius mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja seraya meningkatkan prestasi di kelas”. “Sehingga kami berharap ada upaya untuk meneruskan program dan kerjasama yang sudah terjalin ini ditahun-tahun mendatang, bahkan lebih bagus bila TOEI bersedia untuk menerima taruna praktek akhir di kapalnya” harapnya.

Saat dikonfirmasi tentang program ini, Apih Suparlin, A.Pi, MM selaku Ketua Program Studi TPI, “Banyak yang diharapkan dari program kerjasama dengan TOEI Reefer Line Ltd, disamping memperluas jaringan kerjasama yang kedepannya akan dibuat nota kesepahaman (MoU) tentang penyerapan tenaga kerja, kami melihat ada komitmen dan konsistensi TOEI terhadap alumni STP dalam penjenjangan karir diatas kapal”. “Ini kesempatan yang baik ketika generasi muda jepang sudah mulai enggan bekerja di laut karena ada anggapan 3D (dirty, difficult and dangerous), sehingga perusahaan kapal Jepang banyak menyerap tenaga kerja Indonesia untuk menempati posisi crew, bahkan untuk saat ini pelaut Indonesia sudah dipercaya untuk menduduki posisi perwira kapal (officer) baik deck maupun engine” tambahnya. [akusdinar]

Sumber : http://stp.dkp.go.id

Dalam rangka pengembangan pengetahuan dibidang perikanan dan kelautan, Sekolah Tinggi Perikanan (STP) melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP) menerima kunjungan seorang professor dari Pukyong National University (PKNU) Korea. Pada kunjungan perdananya, professor Sung Yun Hong  diterima langsung oleh Dr. Maimun, M.Ed (Ketua STP) dan para dosen.

Selama dua hari yakni mulai tanggal 15-16 April 2009 Prof. Hong melakukan kunjungan ke kampus STP di Jakarta, Serang dan Bogor. Selain diskusi dengan para dosen, kesempatan tersebut digunakan untuk acara kuliah umum (special lecture) bagi para taruna/i dan dosen. Pada kesempatan tersebut professor bidang Marine Biology ini, membahas dua tema yang berkaitan yakni tentang status dan prospek perikanan di Korea khususnya perikanan budidaya dan tema kedua tentang  food from the sea.

Pada hari pertama kunjungan (Rabu, 15/4), Prof. Hong memberikan kuliah kepada taruna/i di kampus Pasar Minggu. Dengan semangat beliau menjelaskan situasi perikanan secara umum, perkembangan teknologi perikanan budidaya, peran institusi-institusi bidang kelautan dan perikanan serta harapan dimasa mendatang. “Pada perkembangannya nanti ikan, udang, crustasea dan biota laut lainnya tidak hanya bisa langsung dimakan namun dapat diubah kebentuk lain atau diekstraksi sehingga memberikan nilai tambah bagi manusia, sehingga akan lebih menguntungkan secara ekonomi” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama Professor yang ahli plankton ini, menjelaskan tentang keadaan beberapa institusi dan universitas di Korea terutama yang menerima mahasiswa dari luar negeri seperti Indonesia. Sejauh ini PKNU sudah menjalin hubungan kerjasama dengan Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang untuk program fellowship tingkat master (MS) dan Doktor (Ph.D). Untuk tahun 2009 tercatat 16 mahasiswa dari Indonesia yang sedang belajar di PKNU termasuk salah satunya dari STP. Menurut beliau “Tahun ini untuk pertama kalinya PKNU menerima mahasiswa program master (S2) dari STP, ully (Romaully Juliana Napitupulu) adalah salah satu dosen Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan di STP yang mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi untuk program master dibidang bioteknologi di PKNU”.

Apresiasi yang tinggi disampaikan oleh Prof Hong kepada STP karena menurutnya PKNU sangat mirip dengan STP pada awal pembentukannya, “saya berharap STP dapat lebih maju dalam mengikuti perkembangan teknologi dan berkembang dalam menyediakan SDM dibidang Kelautan dan Perikanan karena saya melihat begitu banyak potensi sumberdaya perikanan yang dimiliki oleh Indonesia”.

Setelah menyampaikan presentasinya Prof. Hong memberikan kesempatan kepada taruna/i yang ingin bertanya, beragam pertanyaan terlontarkan dari taruna/i yang sejak awal antusias mengikuti kuliah umum ini. Kegiatan kuliah umum di Pasar Minggu dipandu langsung Bapak Tb. Haeru Rahayu, M.Sc, dosen Jurusan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan.

Kunjungan ke kampus STP Pasar Minggu diakhiri dengan acara makan siang bersama di ruang makan ketua STP. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke kampus STP Jurusan Penyuluhan Perikanan di Cikaret, Bogor. Setibanya di kampus Bogor langsung disambut oleh Dr. Ir. Chandra Nainggolan, M.Sc (Pembantu Ketua I) dan Iskandar Musa, A.Pi, MM (Ketua Jurusan Penyuluh Perikanan) beserta para dosen. Setelah acara diskusi di ruang ketua Jurusan, Prof. Hong kembali memberikan kuliah untuk taruna/i Jurusan Penyuluhan di Aula Jurluhkan. Kuliah umum selesai pukul 16.00 WIB dan selanjutnya Prof. Hong dan rombongan dosen dari Jurluhkan mengunjungi salah satu hatchery yang berlokasi di Ciseeng, hatchery yang dibangun diatas lahan seluas 25 hektar (Ha) ini merupakan binaan STP Jurluhkan Bogor. Setelah selesai mengunjungi unit pendederan, pemijahan dan pembesaran Prof. Hong bertolak ke Jakarta.

Keesokan harinya (Kamis,16/4) Pukul 08.00 WIB tim pendamping menjemput Prof. Hong di tempat menginapnya di Komplek Apartemen Mediterania. Kemudian agenda berikutnya mengunjungi kampus STP di Serang-Banten atau dikenal dengan Bagian Administrasi Pendidikan dan Pelatihan Lapangan (BAPPL-STP). Setelah menempuh perjalanan selama 2,5 jam, akhirnya Prof Hong sampai di kampus Serang dan langsung di terima oleh Dr. Ir. Chandra Nainggolan, M.Sc (Pembantu Ketua I) dan Ir. Anton Anthoni Djari (kepala BAPPL) di ruang tamunya.

Setelah diskusi dan pengenalan BAPPL, Prof. Hong pun langsung menuju Aula untuk melaksanakan kuliah umum bagi taruna/i yang didominasi oleh semester II. Setelah menyampaikan materi tentang food from the sea, moderator yang dipandu langsung oleh Bapak Ir. Anton Anthoni Djari memberikan waktu diskusi, tampak antusias taruna/i mengikuti kuliah ini sehingga Prof. Hong sangat senang berada didepan taruna/i STP.

Kuliah Prof. Hong disampaikan dalam bahasa Inggris sehingga sanagt mudah dimengerti olah para taruna/i, hal ini memberikan satu kesan mendalam bagi proses pembelajaran dilingkungan kampus. Dalam setiap kuliahnya di STP baik di Jakarta, Bogor maupun Serang, Prof. Hong selalu memberikan semangat dan harapan kepada taruna/i dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan. ”Para taruna/i sekalian dapat mencontoh langkah yang ditempuh dosen anda, ully (Romaully), dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang anda miliki. Saya melalui PKNU akan mendukung dan memberikan kesempatan bagi lulusan STP dan para dosen untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang master (S2) maupun doktor (S3) di Pukyong National University” harapnya.

”Oleh karena itu lakukanlah persiapan sedini mungkin, minimal dengan menguasai kemampuan bahasa Inggris. Tidak perlu malu atau takut salah dalam berkomunikasi dengan bahasa Inggris” tambahnya. |akusdinar|

Sumber : http://stp.dkp.go.id

“A successful team is a group of many hands but of one mind. Coming together is a beginning, staying together is progress, and working together is success” – Unknown author for Synergy-

Dalam rangka mewujudkan visi untuk menjadi institusi pendidikan perikanan kelautan yang standar internasional dan memiliki SDM yang berdaya saing global, selama satu dekade terakhir Sekolah Tinggi Perikanan menjalin kerjasama dengan beberapa institusi pendidikan dari beberapa negara tetangga. Salah satu kerjasama yang sudah terjalin dikuarter pertama tahun ini, adanya kerjasama dibidang  pendidikan dan pelatihan dengan Australian Maritime College (AMC). AMC merupakan institusi pendidikan yang berafiliasi dengan University of  Tasmania (UTAS) yang berlokasi di Launceston, Tasmania Utara, salah satu gugus kepulauan di Selatan Benua Australia.

Medio Maret lalu (22/3), Dr. Maimun, M.Ed selaku Ketua Sekolah Tinggi Perikanan (STP) melakukan kunjungan kerjanya ke kampus AMC bersama salah satu delegasi dari STP. Beliau menerangkan “Kunjungan ini merupakan undangan dari pihak AMC sekaligus sebagai kunjungan balasan terkait dengan kerjasama yang sedang dilaksanakan dewasa ini, karena pada tahun 2006 Menteri Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Australia Tony Burke telah melakukan kunjungan ke Kampus Sekolah Tinggi Perikanan di Pasar Minggu”, “pada saat itu telah dibicarakan mengenai wacana tentang kerjasama dengan Australia dibidang pengembangan sumber daya manusia” tambahnya.

Setibanya di Launceston (23/3), Ketua STP melakukan Campus tour ke beberapa fasilitas penting yang ada di AMC seperti seafood processing, quality laboratory, marine engineering dan vessel operation. Pada sore harinya, dilakukan pertemuan resmi antara pihak STP dengan para kepala departemen yang ada di AMC. Kegiatan tersebut dihadiri pula oleh Prof. Malek Pourzanjani selaku Principal and pro-vice chancellor, Prof. Neil Bose selaku Director of the National Centre for Maritime Engineering and Hydrodynamics, Captain John Lloyd selaku Director of National Centre for Port and Shipping, Prof. Chad Hewitt selaku Director of National Centre for Marine Conservation Resource Sustainability, Mr. David Milne selaku dosen  di National Centre for Marine Conservation Resource Sustainability, dan Mr. Scott Partridge dari National Centre for Marine Conservation Resource Sustainability.

Kegiatan tour dilanjutkan keesokan harinya (24/3) untuk mengunjungi fasilitas lain di kampus Newnham. Beragam fasilitas yang digunakan bagi mahasiswa dikunjunginya seperti Aquaculture Environmetal Science Lab, Survival Centre, Towing tank, Ship Engineering, dan Cavitation Tunnel. Selanjutnya mengadakan pertemuan dengan Mr. Darren Legard, Executive Officer of National Centre for Ports and Shipping. Kegiatan kunjungan berlanjut hingga tanggal 27 Maret 2009 dan Ketua STP kembali ke Jakarta, namun salah satu delegasi STP  Dr. Aef Permadi, M.Si masih melaksanakan tugas untuk beberapa program yang lain di Launceston, Australia.

Ketika berhasil dihubungi disela-sela kesibukannya, Maimun menjelaskan “Seluruh kesempatan yang ada digunakan untuk membahas semua program-program dari kedua belah pihak antara AMC dan STP. Banyak program STP yang disambut baik oleh pihak AMC diantaranya kemungkinan kerjasama dimasa mendatang seperti beasiswa (fellowship) bagi taruna dan dosen STP, kerjasama program master (post-graduate), pembahasan kurikulum, short course hingga pelatihan penjaga pantai (coast guard)”. “Untuk tahun ini ada kesempatan 12 fellowship bagi dosen STP selama 45 hari yang menurut rencana akan dilaksanakan akhir tahun ini” tambahnya.

Upaya STP untuk menjadi salah satu institusi pendidikan bidang perikanan dan kelautan terkemuka didunia internasional semakin jelas. Hal ini ditunjukkan dengan dilaksanakannya beragam program professional yang ditawarkan oleh Sekolah Tinggi Perikanan untuk kelengkapan keterampilan yang telah dimiliki oleh para taruna/i diantaranya Sertifikasi kepelautan ANKAPIN-I, ATKAPIN-II, Sertifikasi HACCP, Sertifikasi HPI, Sertifikasi AMDAL tipe A dan C, Sertifikasi Basic Safety Training (BST), Pelatihan Menyelam (Scuba Diving for A1 and A2 Certification). Selain program bagi taruna, STP juga membuka kerjasama dengan berbagai perusahaan perikanan untuk melakukan pelatihan kompetensi dibidang perikanan misalnya bagi anak buah kapal (ABK) longline maupun purse seine yang akan ditempatkan di kapal-kapal penangkap ikan baik lokal maupun asing. |akusdinar|

Sumber : http://stp.dkp.go.id

Dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan potensi taruna-taruni diawal tahun pembelajaran baik personal maupun akademik dibidang perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan membuat suatu konsep yang cerdas dalam mengaplikasikan program kedalam kehidupan nyata ditengah-tengah masyarakat pesisir. Sehingga taruna-taruni dapat dengan leluasa menyerap esensi atau nilai-nilai positif yang berkembang dalam masyarakat yang kehidupan ekonominya bertumpu pada bidang perikanan.

Lebih jauh dari itu program PPKMP berusaha merangsang tiga nilai dasar dalam kehidupan bermasyarakat bagi taruna-taruni STP, ketiga nilai dasar tersebut diantaranya : Pengetahuan (knowledge), keterampilan (Skill), dan kepribadian yang baik (Attitude). Beragam upaya pembinaan ditempuh guna mencapai target yang diharapkan, yakni menghasilkan SDM bidang kelautan perikanan yang memiliki kecakapan, profesional dan integritas yang tinggi sehingga dapat menularkan pengetahuan dan teknologi yang tepat kepada masyarakat perikanan.

Selama 15 hari berada di lingkungan desa Ciparagejaya banyak kegiatan yang dilakukan taruna-taruni maupun dosen/Instruktur dalam upaya memberikan dampak positif bagi kelangsungan kehidupan masyarakat Ciparagejaya yang lebih baik dan mandiri. Kegiatan-kegiatan tersebut ada yang dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat dan ada pula yang pelaksananya dari taruna-taruni STP. Beberapa diantaranya adalah kegiatan kebersihan lingkungan seperti membersihkan sampah disekitar TPI, sentra pengolahan ikan, jalan desa, saluran air/got, rumah induk semang, dan fasilitas-fasilitas umum.

Sampah-sampah yang berserakan disepanjang pantai Ciparagejaya juga menjadi target kegiatan kebersihan lingkungan. Tidak berhenti disitu, dalam menjaga keasrian dan keindahan desa Ciparagejaya STP melalui Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M-STP) menyumbangkan 10 unit tong sampah ukuran besar dan satu unit bak sampah sebagai tempat pembuangan sementara limbah rumah tangga masyarakat Ciparagejaya yang ditempatkan di dekat areal pelabuhan.

Kegiatan kepemudaan juga tidak terlewatkan, selama waktu yang tersedia taruna-taruni melatih pasukan drumband yang anggotanya masih belia dimana hasil gemblengannya ditampilkan pada saat malam keakraban didepan pak Camat dan jajarannya. ”Melalui pembinaan dari taruna STP dengan waktu yang relatif singkat performa, harmonisasi nada, dan kekompakkan pasukan drumband desa Ciparagejaya sangat mengagumkan” ucapnya.

Pertandingan persahabatan seperti bola voli, sepak bola antara taruna STP dan pemuda desa Ciparagejaya juga digelar. Pentas seni dan budaya juga dilangsungkan pada saat malam keakraban. Kegiatan sosial seperti pengobatan bagi warga masyarakat yang membutuhkan tenaga medis juga dilayani karena pada kegiatan ini STP membawa seorang dokter. Perbaikan jalan desa yang rusak juga menjadi agenda panitia PPKMP.

Kegiatan-kegiatan seperti yang disebutkan merupakan bagian dari kegiatan PPKMP yang sudah diagendakan selain kegiatan inti seperti mengikuti pelayaran untuk melakukan penangkapan ikan, pengolahan hasil tangkapan, pembudidayaan maupun aktivitas konservasi diwilayah pesisir.

Disampaikan dalam pidato sambutan pak Camat pada malam keakraban, ”melihat besarnya peranan STP dalam membantu perkembangan desa Ciparagejaya, kami berharap desa kami dapat dijadikan sebagai desa mitara atau binaan STP sehingga dapat meningkatkan kualitas kehidupan nelayan, pengolah ikan dan pembudidaya yang ada di desa Ciparage”.

Kerjasama yang solid dengan masyarakat serta partisipasi aktif dari taruna-taruni dalam mengikuti seluruh program yang sudah diagendakan sebelumnya merupakan kunci sukses kegiatan PPKMP selain manajemen kepanitiaan yang profesional. |akusdinar|

Sumber : http://stp.dkp.go.id

Ketika tidak ada satu pun pohon bakau yang tertanam, ratusan meter garis pantai mulai menjorok ke darat, abrasi pun mulai mengancam pantai Ciparagejaya. Kondisi ini tergambar di pesisir dekat pemukiman masyarakat Desa ciparagejaya Kecamatan Tempuran Kabupaten Karawang, Jawa barat.

Jika kita melihat sejarah masa lalu tepatnya awal tahun 1970-an, Desa Ciparagejaya merupakan sebuah kawasan hutan mangrove yang didominasi oleh spesies Pidada (Sonneratia sp.). Namun  seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kebutuhan akan kayu, menjadikan biota mangrove yang tumbuh di sekitar pantai terus berkurang bahkan menurun drastis luas wilayahnya. Kemudian kegiatan alih fungsi lahan yang kurang terkontrol untuk kegiatan perikanan budidaya seperti tambak juga menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan menurunnya luas wilayah tanam biota mangrove.

Berbagai upaya konservasi telah dilakukan untuk menyelamatkan dan mempertahankan keberadaan tanaman ini, pada awal dekade 1990-an pemerintah meluncurkan program reboisasi (penghijauan) untuk kawasan pesisir Kabupaten Karawang. Jenis mangrove yang diupayakan untuk ditanam adalah Bako-bako (Rhizopora sp) yang kebanyakan diambil dari daerah Blanakan, Subang, Jawa barat.

Berdasarkan hasil pengamatan taruna/i Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan (TPS) bahwa kawasan mangrove sekarang ini hanya terdapat di sebagian kecil wilayah desa Ciparagejaya. Adapun jenis mangrove yang diketahui adalah Pidada (Sonneratia sp), Bakau (Rhizophora sp), Nipah (Nypa) dan Jeruju (Acanthus sp).

Menanam mangrove

Adapun upaya STP dalam menjaga kelestarian mangrove diwilayah Ciparagejaya telah dilakukan sejak kegiatan PPKMP dilakukan setahun yang lalu, namun upaya pertama mengalami kegagalan karena kendala teknis dan pengelolaan. Seperti yang diutarakan Bapak Ade Sunaryo, M.Sc selaku koordinator program Penyuluh Perikanan, ”penanaman mangrove di pantai Ciparagejaya telah dilakukan oleh taruna STP tahun lalu, namun pengawasan dan pengelolaan yang kurang maksimal menjadi kendala dalam pertumbuhannya”. ”Selain mengetahui bagaimana cara menanam, kita pun harus tahu karakteristik lokasi penanaman sehingga usaha kita tidak sia-sia” tambahnya.

Ditemui pada kesempatan yang sama, Bapak Abdul Rahman, M.Si menjelaskan ”mangrove harus ditanam di lokasi yang kadar airnya tinggi atau lahan yang terendam oleh air, jarak penanamannya pun harus diatur jangan sampai terlalu dekat atau jauh sehingga pertumbuhannya bagus”. ”Jarak antara pohon 2 meter hingga 3 meter, sebisa mungkin batang harus terendam air” jelasnya.

Dukungan dan apresiasi terhadap program penanaman mangrove datang dari berbagai pihak, mulai dari Pemkab Karawang, Camat Tempuran, Lurah tetangga desa Ciparagejaya hingga masyarakan setempat.

Bapak Eddy Sugriwa Husen, S.Pi, MM selaku Ketua Panitia PPKMP 2009 yang juga mengikuti penanaman mangrove bersama taruna menyampaikan, ”kami telah menyiapkan bibit mangrove sebanyak 500 batang dari alam dan 1500 batang pohon mangrove sumbangan dari Dinas Kehutanan Kabupaten Karawang untuk kegiatan penghijauan pantai yang diinisiasi oleh STP”. ”Untuk melakukan penanamannya, telah disiagakan lebih dari 340 orang taruna dan 20 dosen/Instruktur sehingga diharapkan dapat selesai kurang dari 3 jam” jelasnya.

Daerah penanaman difokuskan di daerah penyangga jalan desa yang posisinya sejajar dengan garis pantai dan tambak-tambak, hal ini cukup beralasan karena kondisi jalan saat ini tanahnya masih labil sehingga kendaraan yang membawa beban yang berat seringkali tertahan di tengah jalan, selain itu dapat memberi kesan asri di jalur masuk ke pemukiman warga.

Program menanam mangrove merupakan bagian dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat dan sebagai upaya merealisasikan program CSR (Corporate Social Responsiility) Sekolah Tinggi Perikanan kepada masyarakat desa Ciparagejaya yang hampir 95 % seluruh warganya berpartisipasi dalam kegiatan PPKMP tahun ini, baik dalam kegiatan penangkapan, pengolahan ikan, budidaya maupun kegiatan sosial lainnya.
Banyak pihak berharap sinergi antara masyarakat dengan perguruan tinggi dapat membuahkan solusi atau jalan keluar dalam upaya mencapai kehidupan masyarakat pesisir yang lebih baik. |akusdinar|

Sumber :  http://stp.dkp.go.id

Older Posts »

Kategori